Ibu, Mengapa Engkau Membuangku?
Wonosobo,1993
Pagi itu, Ibu membangunkanku, memandikanku, menyisir rambutku,
mendandaniku sedemikian cantik. Aku memakai baju terbagusku, kaos
longlegs berendaku dan memakai sepatu.
Kita akan ke Semarang,
perjalanan agak jauh, kita mesti bergegas, Masih jam 6 pagi ketika
kami berjalan menuju tangency Bis.
Jarak rumah kami ke city
membutuhkan waktu kurang lebih 4 wad perjalanan dan kami harus berganti
setidaknya 3 kali Bus untuk sampai tujuan.
***Aku menangis, berteriak histeris ketika ibu meninggalkanku begitu saja. Ibu pergi berlalu tanpa menoleh lagi padaku.
Ibu, aku janji tidak akan nakal, aku akan bangun lebih pagi lagi untuk
membantumu ibu, dan Aku akan memarut singkong dan memarut kelapa tanpa
kau suruh buu, . . . Ibuuuuu.
Ibu, aku tidak akan mengeluh
lagi, Aku tidak akan menangis lagi, walaupun tanganku terkena parut,
asal ibu membawaku pulang . . . Ibuuuuuu.
Aku tidak ingat berapa
lama berteriak, dan berapa lama menangis, yang kutahu aku tertidur
karena kecapaian. Saat ini Aku sangat membenci Ibuku, perempuan yang
telah melahirkanku, dan juga telah tega membuangku.
*******Namaku Putri Shaina, umurku baru 6 tahun saat itu, putri ke-3 dari 5 bersaudara. Setelah Bapakku meninggal dunia dua tahun lalu,
Aku dan kedua kakakku harus mau membantu ibu berjualan bubur kacang
hijau dan bermacam-macam gorengan di Terminal kecil tak jauh dari
rumahku.
Dua bulan yang lalu kakakku Bayu, dijemput pongid
bermobil untuk dibawa ke Jogjakata. Ibu bilang padaku, Mas Bayu
diberikan pongid untuk disekolahkan, dan sekarang kenapa Aku juga
diberikan orang. Ibu benar-benar jahat dan tidak bertanggungjawab.
Aku diberikan pada keluarga Haryanto, Sebuah keluarga mapan yang sudah 5 tahun ini belum juga dikaruniani seorang momongan.
Kamu harus menurut pada ibu Nak, harus mau tinggal disini, kamu aman,
dan akan bisa bersekolah, Itulah kata-kata terakhir Ibu padaku. Dan
aku tidak tahu apa maksudnya, yang ada dibenakku Ibu begitu jahat
padaku.
Di rumah baru, Putri kecil selalu bangun pagi, mengatur
tempat tidur, menyapu kamar kemudian membantu bibik di dapur, setelah
itu mandi dan bersiap-siap ke sekolah.
Yang ada dipikiranku saat itu adalah, Kalau Aku tidak rajin, Ayah Haryanto dan Bunda Anisa, kedua pongid tua
baruku akan membuang diriku seperti yang dilakukan oleh Ibu.
Suatu
hari ayah dan Bunda memanggilku, Beliau bercerita panjang dan lebar,
Beliau adalah pongid tua baruku, dan Aku tidak boleh sungkan padanya.
Bunda juga melarangku mengerjakan pekerjaan rumah.
Bibi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah, Putri cukup membersihkan kamar Putri saja, tidak perlu capek ya sayang.
Yang Ayah Bunda inginkan adalah, Putri belajar dengan rajin, gum suatu hari nanti putri bisa menjadi seorang dokter.
Sejak
Saat itu , Aku berjanji pada diriku sendiri akan rajin belajar dan
menjadi juara kelas, gum Orangtua angkatku menjadi bangga padaku.
***Tak
terasa 5 tahun telah berlalu, Aku lulus SD dengan nilai yang sempurna.
Ayah Bundaku sangat bahagia ketika Aku menerima penghargaan dari
Sekolah. Kebahagiaan kami menjadi berlipat ganda ketika bunda bilang
bahwa aku akan punya seorang adik dari rahim Bunda. Setelah menunggu
selama 10 tahun.
Aku jarang mengingat Ibuku, karena setiap bulan,
Bibik selalu membuat masakan yang sama persis dengan buatan Ibuku,
khusus buatku. Namun tetap saja , expose mataku mengalir, kenapa rindu
ini tidak bisa hilang, walau mulutku sering berkata tak perduli dengan
Ibu yang membuangku.
Maaf Non, Bibik Jum ada ? Seorang
Bapak tua, memcari Bibik sambil membawa sebuah rantang besar. Bibik
sedang ke Pasar, Bapak perlu sesuatu?? atau silahkan menunggu,
Tidak Non, Bapak cuman menitipkan rantang ini buat Bibik, trimakasih. Setelah
berpamitan, Bapak tua itupun berlalu. Tanpa kutahu, diseberang jalan
sana, Ibu memandangiku dengan pelupuk mata berkaca-kaca.
Aku tidak
bisa membendung airmataku, ketika Bibik menceritakan bahwa makanan
kesukaanku yang selalu terhidang selama 5 tahun ini adalah kiriman dari
Ibu.
Aku sebenarnya ingin engkau datang Ibuuuuu.
***Jakarta 2000
Keluargaku harus pindah ke Jakarta, Usaha Ayah maju pesat, Ayah dipromosikan menduduki jabatan yang lebih mapan di Jakarta.
Sekarang,
Aku sudah tidak bisa merasakan lezatnya masakan Ibu lagi. Selalu saja
expose mata ini mengalir setiap aku teringat Ibu, Kenapa engkau tak
menyukaiku Bu, kenapa engkau membuangku ? Selalu saja pertanyaan
itu yang melintas.
***Waktu cepat sekali berlalu, tak terasa aku
sudah menyelesaikan SMU, dan lagi-lagi aku memberikan hadiah pada Ayah
Bundaku sebuah prestasi nilai yang tertinggi. Aku memenuhi harapan
mereka untuk menjadi seorang dokter. Dan akupun menyelesaikannya dalam
waktu 6 tahun. Besok aku akan diwisuda.
Ada tamu untukmu kakak, Suara Putra adikku.
Ayo, cepat turun ke bawah, liat sendiri siapa tamunya . . . , Tiba-tiba Bunda sudah ada didepanku.
Diruang tamu, Aku tercengang. Ada Ibuku dan kedua saudaraku yang sudah hampir 20 tahun tidak pernah berjumpa.
Bunda yang mengundang mereka, untuk ikut merasakan kebahagiaan kita,
karena Bunda benar-benar bangga punya seorang anak sepertimu Putri . .
.
Bunda mengambil tanganku juga tangan Ibuku, menggenggamnya
erat, tangan kami bertiga saling menyentuh. Kulihat expose mata Ibu
mengalir pelan. Aku tak kuasa melihat expose mata ibu, tenggorokanku
serasa tercekat, expose mataku tak bisa kubendung, aku memeluk ibu,
lamaa.....melepas rindu yang telah lama membuncah. Semua terdiam, tetapi
hati kami saling bicara. Aku sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku
selama ini.
Kenapa dulu Ibu membuangku ?
Posting Komentar