Snippet

Legalisasi Ganja Ancam Dunia, Posisi Indonesia Seperti Apa?

13417657041663881608

Meskipun ditemukan  kenyataan ada empat orang Presiden AS yang pernah mengkonsumsi ganja, tidak berarti ganja akan membawa seseorang menjadi Presiden AS.

Selain Barrack Obama ada tiga mantan Presiden AS lainnya yang pernah kecanduan atau menggunakan ganja, yaitu : Abraham Lincoln, George W Bush dan Bill Clinton meskipun penggunaannya untuk sekadar bersenang-senang. Padahal, tiga presiden terakhir penggunaan itu justru setelah terbitnya Controlled Substances Act (CSA 1970) dan telah diamandemen hingga 1993. (Sumber: List of United States politicians who admit to cannabis use)  mempertegas larangan dan pengaturan pemakaian Narkoba di seluruh AS.

Kini, pemerintahan Barrack Obama bahkan merencanakan akan mengatur kembali beberapa hal tentang pemakaian Narkoba (ganja dan sejenis dengannya) yang telah salah kaprah dari tujuan dalam amandemen CSA 1970 itu. Bersama saingannya dari partai Republik, Rommey. Kedua capres AS itu mengusung program pengaturan kembali tentang peredaran dan pemakaian ganja (dan sejenis dengannya) yang kini terlihat sudah tidak teratur. Tambah lagi dengan terbitnya Amandemen No.64 tentang legalisasi ganja yang sedang mengintai seluruh negara bagian AS, pemerintah AS merasa sangat perlu mengatur kembali dengan tegas masalah sensitif dan penting ini.

Demam ganja yang mulai melanda dunia ini bukan saja di AS, beberapa negara telah melegalisasikan ganja sebagaimana layaknya minuman keras seperti di Belanda (meskipun meregulasi kembali), Swedia, Uruguay, Kolombia dan Guatemala.

Presiden Uruguay dan Kolombia bahkan menyerukan secara terbuka agar peredaran Ganja (Marijuana atau Cannabies) dilegalkan melalui keputusan parlemen yang sedang mempersiapkan aturan tentang hal tersebut. Diperkiarakan hak inisiatif parelemen itu akan berhasil mengingat kubu ke dua presiden tersebut di parlemen Kolumbia dan Uruguay mendominasi parlemen.

Meskipun Kolumbia dan Uruguay dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan sikap keras pemerintah memerangi kartel obat bius termasuk ganja, akan tetapi tuntutan dari kebutuhan warganya mau tidak mau harus disikapi dan dipertimbangkan dengan hati-hati.

Hati-hati, karena di satu sisi upaya untuk meloloskan keinginan warga terhadap pemakaian ganja diperlonggar namun di sisi lain perang terhadap narkoba terus intensif dijalankan, seperti yang  diperlihatkan oleh petugas AL Kolumbia tahun 2011 lalu saat menyita kapal selam milik geng Narkoba Kolumbia.

Kapal selam milik geng narkoba (Narco) Kolombia ukuran panjang 7,5 m dan lebar 1,5 meter itu digerakkan dengan remote (tanpa awak) mampu memuat isi Narkoba seberat 10 ton. Kapal selam itu mampu menghindari radar, akan tetapi mampu dideteksi dan ditangkap AL Kolombia di jalur luar pelabuhan Pasifik Buenaventura, Couca, Kolombia.

Di AS sendiri, beberapa negara bagian telah mengarah pada tujuan yang sama yaitu meminta agar penggunaan ganja dilegalkan, tidak saja untuk kepentingan  medical akan tetapi juga untuk pemakaian secara terbuka bagi orang dewasa dalam dosis tertentu.

Jika AS dan negara-negara lainnya memperlihatkan kecenderungan ke arah melegalisasikan peredaran ganja dan sejenis dengannya (NAPZA) beberapa negara lainnya justru bersikukuh menentang peredaran ganja dan sejenisnya seperti yang diperlihatkan oleh Meksiko, Peru, Panama dan Ekuador.

Meksiko misalnya, sampai saat ini tidak memberi ruang gerak sedikitpun untuk para pedagang (kartel) maupun agen-agen narkoba leluasa di negaranya meskipun hal itu berakibat pada terancamnya keselamatan para petugas anti narkoba yang ditugaskan untuk menjalankan misi anti narkoba di Meksiko.

Anti Narkoba di Indonesia
Ganja apapun jenis dan bentuknya hingga kini ditetapkan oleh peraturan sebagai benda haram. Badan Narkotika Nasional (BNN) tetap menganggap peredaran dan pemakaian Ganja dan sejenis dengannya adalah perbuatan melanggar hukum anti Narkotika.

Sesuai dengan  Undang-Undang No. 22 tahun 1997 telah mengatur batasan yang  jelas tentang disebut dengan Narkotika yaitu, opium obat, morfina, kokain, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja dan alkohol yang mengandung metanol. Salah satu pasal yang terpenting dalam UU ini adalah :
Pasal 80 ayat 1(a)
Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
 
Mengapa Ganja dimasukkan dalam golongan I (Narkotika) itu adalah urusan aturan yang telah disahkan dan rancang oleh DPR dari 1997. Semua itu tentunya telah melalui proses pengamatan, ujian, analisis dan pengalaman yang membuktikan tentang adanya dampak negatif terhadap generasi bangsa di masa yang akan datang apabila Narkoba (Narkotika dan turunannya) menjadi konsumsi secara bebas.

Inilah yang menjadi tantangan bagi salah satu organisasi pejuang Ganja, Lingkar Ganja Nusantara (LGN) yang memperjuangkan posisi Ganja dikeluarkan dari klausul golongan pertama Narkotika. Dengan berbagai argumen yang patut kita hargai LGN memperjuangkan agar Ganja dapat dibudidayakan dan diperdagangkan secara legal.

Di lain pihak, Komisi Penanganan Aids (KPA) juga menghubungkan masalah peningkatan kasus Aids dengan perang terhadap Narkoba. Entah dari mana asal muasalnya, KPA menyampaikan bahwa kebijakan penegakan hukum secara represif justru menimbulkan berbagai kendala terhadap penanganan HIV. (Sumber ; Memicu Epidemi HIV).

Apakah niat LGN ini dapat diterima?
Meskipun kita menemukan dua alasan penting di atas dan mungkin juga ada sejumlah alasan lainnya yang tak kalah masuk akal, melegalisasikan Ganja tidaklah mudah diterima di negara kita. Bahkan para alim ulama dan pemuka agama dari berbagai lapisan dan agama tidak dapat menerima alasan ganja dibebaskan di tanah air ini, meskipun tidak dipungkiri pemakaiannya telah merajalela dan sulit dikendalikan dihampir setiap lapisan masyarakat dan strata sosial.

Dengan kondisi dilarang saja sudah tak tertahankan animo pemakai ganja, apalagi dilegalisasikan, tentu dampak yang dikuatirkan berupa hancurnya masa depan generasi bangsa kita akan semakin nyata.

Dari mana asal dan muasal ancaman klasik itu mencuat? Apakah berupa dogma atau kiasan ataukah dapat dibuktikan secara medis dan empirik? Tentu para ahli dan pihak berkompeten yang mampu menjawabnya.

Tulisan ini hanya mengajak pembaca dan kita semua menyadari betapa gencarnya tekanan melegalisasikan ganja (dan sejenisnya) di seluruh dunia hingga mau tidak mau kita harus berpikir bagaimana menyikapi dengan tegas dan benar, bukan?