Ibu, Mari Buktikan Bahwa Umar Bisa Salah...
Ditulis oleh Budi Ashari
Ada sebuah tugas yang besar. Sebuah
pembuktian. Dari kaum ibu khususnya. Pembuktian yang sesungguhnya tidak
terhenti pada sebuah kata bermakna gengsi. Tetapi sebuah karya nyata
yang menghasilkan. Ini bicara tentang kehadiran sebuah
generasi. Harus bisa hadir generasi-generasi yang membanggakan
pengukirnya, yaitu orangtuanya terutama ibu.
Mereka yang kelak akan membuat tersenyum
sang ibu pada usia senjanya, karena begitu membanggakan dan membuat
banyak orang berdecak kagum. Dan yang membuat ibu lebih tersenyum saat
nanti telah menutup usianya, karena doa-doa sang anak yang membanggakan
itu mampu menerangi dan menemaninya di alam Barzakh. Kemudian saat kelak
menghadap Allah, anak-anak itu kembali membuat ibu bangga dengan
sunggingan senyum yang lebih cerah. Dengan anak-anak, sang ibu bisa
mendapatkan aliran pahala, pertolongan dan syafaat.
Dalam kitab biografi Siyar A'lam an-Nubala' 1/452, MS, karya adz-Dzahabi disebutkan sebuah kisah yang terjadi tentang Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu anhu.
Suatu saat ada seorang suami yang datang kepada Umar. Dia menyampaikan
bahwa dirinya sudah dua tahun tidak pulang. Tidak menemui istrinya.
Tetapi saat ia datang, ternyata istrinya sedang hamil. Karuan saja, hal
ini membuat sang suami kaget. Karena sudah dua tahun mereka tidak
berhubungan ternyata istrinya sekarang sedang hamil. Suami itu minta
kepada Umar untuk memberikan hukuman terhadap istrinya. Umar
berpikir sederhana. Karena sudah dua tahun ditinggal suaminya, dan
masih dalam status istri kemudian ternyata hamil, jelas merupakan hasil
hubungan tidak sah dengan laki-laki lain. Dan dalam Islam, siapa saja
yang sudah menikah dan melakukan zina maka harus dirajam. Sehingga Umar
pun menjatuhkan hukuman rajam bagi istri malang itu.
Istri itu sesungguhnya harus bersyukur dan kemudian berterimakasih kepada Muadz bin Jabal radhiallahu anhu
yang saat Umar memutuskan, dia ada di sampingnya. Muadz langsung
memberikan pendapatnya kepada Umar: Kalau kamu memang mempunyai argumen
untuk menjatuhkan hukuman mati kepada wanita itu, tetapi kamu tidak ada
alasan untuk menghukum yang ada dalam rahimnya. Maka Umar mengundurkan waktu pelaksanaan hukuman, dibiarkan hingga wanita itu melahirkan.
Hari-hari yang tidak nyaman dilalui oleh wanita itu. Terbayang, sulit
didapati raut ceria bagi seseorang yang menunggu ajalnya untuk
permasalahan yang dia sendiri tidak mengakuinya. Seharusnya, hari-hari
menunggu kelahiran anak adalah hari-hari yang indah. Apalagi kini sang
suami ada di sisinya. Tiba saat melahirkan. Tentu kita bisa
membayangkan apa yang ada dalam benak seorang ibu yang sedang berjuang
untuk melahirkan bertaruh nyawa, di saat bersamaan ia dilelahkan oleh
perasaan yang tidak menentu tentang hukuman rajam.
Bayi laki-laki mungil yang lucu terlahir. Sang ayah bergegas melihat
anak yang baru dilahirkan oleh istrinya itu. Atas kebesaran Allah, sang
suami melihat ada kemiripan yang luar biasa antara dirinya dengan bayi
yang baru dilahirkan. Dengan setengah berteriak, sang ayah baru itu
berkata, "Ini anak saya, Demi Yang Memiliki Ka'bah!" Dan uniknya, bayi itu terlahir sudah tumbuh gigi susunya.
Umar yang mendengar kelahiran bayi turut senang. Yang lebih
membuatnya bahagia adalah pengakuan sang ayah bahwa itu adalah anaknya.
Dengan itu, maka hukuman yang telah dijatuhkan oleh Umar menjadi batal.
Karena sang suami sendiri telah mengakui bahwa yang terlahir adalah
anaknya. Saat itulah Umar ingat Muadz bin Jabal yang telah memberinya
masukan saat dia memutuskan. Dan inilah kalimat Umar tentang Muadz,
"Para ibu sudah lemah untuk bisa melahirkan orang seperti Muadz. Kalaulah bukan karena Muadz, hancurlah Umar."
Masalah kelahiran bayi langka ini masuk dalam pembahasan fikih
tentang rentang usia kehamilan paling lama. Para ulama tidak bisa
sepakat seperti kesepakatan mereka saat menentukan usia minimal
kehamilan. Mereka berbeda pada masalah usia maksimal kelahiran. Cerita
ini dan cerita-cerita lainnya, dipakai untuk menguatkan pendapat
sebagian ulama bahwa terkadang kehamilan bisa berusia lebih dari
setahun. Bahkan dua tahun atau lebih. Ternyata wanita itu benar, bahwa
kehamilannya memang dari suaminya yang sah. Pertemuan terakhirnya dengan
sang suami dua tahun silam membuatnya hamil. Dan baru terlahir saat
sang suami kembali.
Kehebatan Muadz membuat Umar yang sebenarnya juga merupakan seorang
pakar di bidang fikih, harus mengatakan kalimat di atas. Dalam
kesempatan lain di sebuah tempat bernama al-Jabiyah Umar berbicara di
hadapan masyarakat,
"Barangsiapa yang ingin fikih, maka temuilah Muadz bin Jabal."
Umar menyatakan bahwa para ibu sudah sulit dan sudah sangat lemah
rahimnya untuk bisa melahirkan orang sehebat Muadz yang merupakan ahli
ilmu.Mungkin ini gaya bahasa Umar. Sebuah tantangan dikirimkan. Kepada
setiap ibu muslimah. Dari Umar bin Khattab, Amirul Mukminin.
Untuk disambut dengan pembuktian. Ibu, tiba waktunya untuk membuktikan
bahwa rahim para ibu masih sangat kokoh untuk bisa melahirkan orang
sehebat Muadz. Para ibu masih mampu mendidik generasi yang bisa
melahirkan manusia kreator peradaban agung.
Ibu, kalau pernyataan Umar bukan kiasan, mari buktikan bahwa Umar kali ini salah besar...!
Posting Komentar