Snippet

Aktifis Kampus Dan Pejuangan Menuju Perbaikan Negara

Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ihlas berjuang dijalannya, semakin bersemangat dalam mewujudkan serta kesiapan beramal dan berkorban untuk merealisasikannya.

Iman, ihlas, semangat dan amal melekat pada diri pemuda karena sesungguhnya dasar keimanan adalah nurani yang menyala, dasar keihlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat (Sayyid Hasan Al-Banna).

Maju dan mundurnya suatu negeri ini tergantung aktifisnya. Apa pernyataan itu benar. Tahu kah anda salah satu pelaku kerusakan terbesar dinegara ini karena ulah para aktivis kampus. Sejarah mencatat para aktifis yang duduk di tingkat legislatif, eksekutif dan yudikatif sebagian besar mereka adalah aktfis kampus angkatan tahun 1977, 1980, 1998 dan 2000 an. Hingga hari ini mereka masih mengemban amanah. Salah satu bukti yang menunjukan kerusakan Negara kita yaitu budaya korupsi yang sampai hari ini belum terselesaikan, pada sisi lain juga kebijakan pemerintah yang tidak efektif, terlalu berbelit-belit dan rumit. Muaranya berada pada latar belakang kehidupan dari para aktifis. Kondisi sekarang pun demikian, aktifis mengalami tantangan yang cukup banyak.

Tren aktifis sekarang sudah mengalami perubahan sesuai dengan jamannya, para aktifis seakan-akan terpenjara gaya hidup modern atau oleh aturan kampus sehingga berdampak pada tekanan psikologi matakuliah bahkan melebihi kebutuhan makan dan minum, maka jangan heran banyak mahasiswa ‘’going to hospital’’ dikarenakan harus menyelesaikan tuntutan dosen. Itulah sekilas beberapa fakta kondisi aktifis sekaligus mahasiswa. Gagasan untuk mengembalikan fitrah perjuangan para aktifis harus ditelusuri lagi.

Mengembalikan Makna dan Hakikat Perjuangan
Pada hakikatnya seorang Aktifis adalah orang yang galau ataupun orang yang tidak tenang melihat gejala sosial, ia terus bergerak dan terpanggil jiwanya untuk melakukan perubahan sekecil apapun nilainya. Tujuannya agar tidak terjadi stagnanisasi gerakan.

Ada karaktek yang dimainkan dalam menyelesaikan permasalah sosial. Sejarah para pejuang selalu melekat dengan karakter yang khas. Tetap satu nama yang di usung yaitu perubahan.

Prinsip pertama, yaitu Idealisme yang diperjuangkan, kekuatan pikiran dan stagnasi konsep yang diusung. Idealisme tak pernah mengenal ujung perjuangan, perubahan adalah suatu keniscayaan dalam menghadapi berbagai macan problem yang dihadapi. Idealisme akan bertahan pada posisi puncak ketika dibarengi dengan kapasitas spiritual dan emosianal yang stabil.

Prinsip Kedua, yaitu Istiqomah (Teguh pendirian), ‘’sesungguhnya tuhanku adalah Allah maka beristiqomalah kamu’’. Ketika idealisme pemikiran diperjuangkan banyak dari mereka yang berguguran ketika tak mampu menghadapi dunia yang sesungguhnya. Idealisme akan diuji pada ruang-ruang kenyataan atau pada universitas kehidupan yang sebenarnya. Maka seleksi aktifis pun terjadi, ibarat dedaunan yang berguguran di musim semi. Banyak aktifis dulunya meneriakan idealisme dan kebenaran namun apalah daya malapetaka terjadi ketika amanah itu diserahkan kepadanya, justru amanah itu disalahkan gunakan yang ujung-ujungnya terjerat tindak pidana korupsi.

Seorang dikatakan aktifis harus melewati ujian-ujian tersebut. Ujian yang utama biasanya disebut 3 H (Harta, Jabatan, Wanita). Apakah anda sudah teruji dan sanggup bertahan!!!. Dua variable diatas adalah karakter aktifis pada umumnya. Idealisme pada tingkatan pemikiran sedangkan Istiqomah pada tingkatan prilaku.

Arah Perjuangan
Para aktifis sering terjebak pada wilayah pragmatisme (manfaat sesaat) dan insedental (kondisional) dalam melihat masalah sosial. Kemampuan organisasi dalam mengelola permasalahan sosial dan kekinian adalah point tersendiri dalam menata pranata social guna perbaikan bangsa dan Negara ke depan.

Namun ada beberapa hal yang harus dihindari oleh para aktifis kampus yaitu : Pertama, Perselisihan antar mahasiswa yang berujung anarkis sosial dan politik. Kedua, fanatisme serta pertikaian dalam perebutan jabatan dan kepemimpinan pada kancah perpolitikan mahasiswa. Ketiga, Perselisihan agama, mazhab dan keyakinan antar aktifis sehinga mengabaikan toleransi dan kebersamaan. Keempat, Berpindahnya kekuasaan dan kepemimpinan kepada aktifis yang tidak memiliki moral spiritual dan moral emosional. Kelima, Antipati terhadap kondisi lingkungan terutama masalah kerakyatan.

Indonesia kedepan harus di dominasi oleh peran moral spiritual dan moral emosional tanpa mengesampingkan moral intelektual maka dibutuhkan peran aktifis kampus dalam mengawal pembangunan dan yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan.

Arah Perjuangan Pertama: Aktifis Kampus Sebagai Penggerak Utama.
Pada fase awal kemerdekaan aktifis semisal Bung Karno dan Bung Hatta beserta kawan-kawan lainnya sebagai penggerak utama, mereka adalah pemuda-pemuda yang memiliki cita-cita besar bagi bangsa Indonesia. Kemampuan memberikan pemahaman, menyadari, menggerakkan pemuda adalah modal dasar. Faktor pendorong utama besarnya peran aktifis pada waktu itu dalam memperjuangkan kemerdekaan adalah kelangkaan “entrepreneurial resources” yang menyebabkan rendahnya daya serap masyarakat terhadap merebut kemerdekaan.

Pada kondisi kekinian yaitu rendah partisipasi mahasiswa dalam kancah perpolitikan baik itu pendidikan politik internal kampus maupun pasca kampus. Politik adalah sesuatu yang luhur, sangat keliru jika politik identik kekuasaan semata. Misalnya nilai-nilai politik yang dimaksud diantaranya yaitu nilai kejujuran. Itu merupakan pendidikan politik di kampus. Mahasiswa yang tidak menyontek temanya di samping ketika ujian adalah pendidikan politik.

Arah Perjuangan Kedua: Aktifis kampus Sebagai ‘’Problem Solver’’
Sebagai seorang akademisi sudah sewajarnya para aktifis mampu membaca dan menyelesaikan problem sosial. Kekuatan mahasiswa apabila disatukan akan menghasilkan energy maha dasyat. Modal inilah setidaknya menjadi manuver utama dalam menangani permasalahan sosial terlepas didalamnya juga terdapat tugas dan tanggung jawab pemerintah, akan tetapi para aktifis kampus harus menjadi inspirator dan inisiator masalah yang dihadapi baik di level mahasiswa maupun masyarakat.

Arah perjuangan ketiga : Melakukan Pemulihan
Munculnya pemikiran untuk memulihkan kondisi sosialdidorong oleh beberapa faktor. kesadaran bersama akan keterpurukan bangsa indonesia hampir pada semua sektor tidak dapat kita pungkiri kondisinya. Terutama pada aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dimulai dari hal yang terkecil dan disekitar lingkungan kita.
Intervensi Langsung
  1. Menguasai dan menawarkan konsep alternatif. Kegagalan birokrasi biasanya tidak pernah belajar akan kesalahan dan kekeliruan sebelumnya. Kemudian anturan yang rumit dan berbelit membuat kinerja bermasalah. Ini seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menawarkan produk alternatif untuk perbaikan.
  2. Prakarsa Strategis. Prakarsa strategis adalah kegiatan “inovatif” dan sekaligus berdampak luas. Dengan potensi yang ada aktifis bisa melakukan apapun misalnya : mengajar, memberikan contoh atau keterampilan wirausaha dll.
  3. Memberdayakan yang tak berdaya (empowering the powerless) atau keberpihakan. Salah satu tugas aktifis juga adalah pemberdayaan kepada kelompok masyarakat kurang mampu atau yang menganggur melalui kreatifitas para aktifis kampus. Misalnya dengan memanfaatkan daur ulang untuk dibuat produk seni tingkat tinggi.
‘’Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada tuhan mereka dan kami tambahkan mereka petunjuk.’’(Al-Kahfi : 13).

Wajah peradaban Indonesia masa depan akan bisa terlihat sekarang jika kondisi para aktifis mengalami perubahan kearah perbaikan dengan modal moral spiritual, moral emosional dan moral intelektual. Kombinasi ini akan melahirkan ‘’gold generations’’.

Muhadi, Mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Airlangga (Aktifis KAMMI Surabaya).