Snippet

Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif menarik kesimpulan secara logika dari premis yang diberikan. Perlu diketahui bahwa penalaran deduktif adalah mengambil kesimpulan secara logika daripremis yang tersedia. Hasilnya tidak selalu dengan fakta kebenaran yang kita ketahui.

Menurut Suriasumantri (2001: 49), “ Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus”.

Contoh :
Semua manusia akan mati. Si Polan adalah manusia. Jadi Si Polan akan mati. 

Salah satu karakteristik matematika adalah bersifat deduktif. Dalam pembelajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar. Meskipun pola pikir deduktif itu sangat penting, namun dalam pembelajaran matematika masih sangat diperlukan penggunaan pola pikir induktif. Menurut Soedjadi (2000: 45), “ Penyajian matematika perlu dimulai dari contoh-contoh, yaitu hal-hal yang khusus, selanjutnya secara bertahap menuju kepada pembentukan suatu kesimpulan yang bersifat umum. Kesimpulan itu dapat berupa definisi atau teorema.” 

Selanjutnya menurut Soedjadi (2000: 46), “ Bila kondisi kelas memungkinkan, kebenaran teorema dapat dibuktikan secara deduktif. Namun jika pembuktian dipandang berat, pola pikir deduktif dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi ataupun teorema.” 

Hudoyo (2001) mengatakan bahwa pendekatan induktif berproses dari hal-hal yang bersifat konkret ke yang bersifat abstrak, dari contoh khusus ke rumus umum. Setelah para siswa memahami dan menangkap suatu konsep berdasarkan sejumlah contoh konkret, mereka kemudian sampai kepada generalisasi. Kebaikan pendekatan ini adalah siswa mempunyai kesempatan aktif di dalam menemukan suatu formula sehingga siswa terlibat dalam mengobservasi, berpikir dan bereksperimen. Sedangkan kelemahannya adalah formula yang diperoleh dari cara induktif belum lengkap ditinjau dari sudut matematika. Selain itu, pendekatan ini banyak menggunakan waktu. 

Pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif. Pendekatan ini berproses dari umum ke khusus, dari teorema ke contoh-contoh. Teorema diberikan kepada siswa dan guru membuktikan. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang relevan dengan teorema yang diberikan. Kebaikan pendekatan ini pembelajaran berjalan efisien. Sedangkan kelemahannya, siswa pasif dan siswa akan merasakan sulit dalam memahami teorema dan konsep yang abstrak.Untuk mengeliminasi kelemahan-kelemahan dari masing-masing pendekatan tersebut, tampaknya gabungan dari pendekatan induktif-deduktif layak untuk digunakan dalam pembelajaran matematika. 

Struktur pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan induktif-deduktif hampir sama dengan pembelajaran bersiklus pada IPA. Pengertian pendekatan, metode mengajar, dan tehnik mengajar telah dijelaskan oleh Ruseffendi (1988). Pendekatan adalah cara menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, metode mengajar adalah cara menyampaikan bahan ajar kepada siswa yang berlaku untuk setiap pelajaran, sedangkan tehnik mengajar adalah cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus. 

Karli (2003) mengatakan bahwa pendekatan ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu tahap pendahuluan, tahap eksplorasi, tahap pembentukan konsep, dan tahap penerapan konsep. Selain itu, Dewanto (2003) mengatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif dimulai dengan pemberian masalah divergen, kontektual, dan open ended kepada siswa, dengan harapan siswa dapat menyelesaikan masalah sendiri, mencari bentuk umum atau model matematikanya, dan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan model tersebut. Pemberian masalah hendaknya diikuti dengan beberapa pertanyaan yang akan menuntun siswa mencari penyelesainnya. Apabila siswa mengalami kesulitan, gunakan tehnik probing atau posing, atau diskusi dalam kelompok, hendaknya siswa diberi petunjuk tidak langsung untuk mencari penyelesaiannya. 

Logika Deduktif 
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan bersifat umum ditarik kesimpulan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir silogismus. Silogismus, disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. 

Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif adalah hasil kesimpulan berdasarkan kedua premis tersebut. Melanjutkan contoh penalaran induktif di atas dapat dibuat silogismus sebagai berikut : 

Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ------ Landasan [1] 
Si Polan adalah seorang makluk [premis minor] ------- Landasan [2] 
Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ---------- Pengetahuan 

Kesimpulan yang diambil bahwa si Polan punya mata adalah pengetahuan yang sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Jika kebenaran dari kesimpulan/pengetahuan dipertanyakan maka harus dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, karena cara penarikan kesimpulannya tidak sah. 

Contoh : 
Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ----Landasan [1] 
Si Polan adalah bukan makluk [premis minor] ----Landasan [2] 
Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ------Pengetahuan 
Semua makluk mempunyai rumah [premis mayor] ----Landasan [1] 
Si Polan adalah seorang makluk [premis minor] ----Landasan [2] 
Jadi si Polan mempunyai rumah [kesimpulan] ------Pengetahuan 
Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ----Landasan [1] 
Si Polan adalah seorang makluk [premis minor] ----Landasan [2] 
Jadi si Polan mempunyai kaki [kesimpulan] ------Pengetahuan 

Jadi ketepatan penarikan kesimpulan dalam penalaran deduktif bergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Jika salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. 

Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. Misalnya, A = B dan bila B = C maka A = C. Kesimpulan A sama dengan C pada hakekatnya bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekedar konsekwensi dari dua pengetahuan yang telah kita ketahui sebelumnya.