Maafkan Na, Bu
“
Na berangkat..”
Lina
berpamitan pada ibunya yang kini sedang memasak nasi goreng di dapur, ibu melongok dari dapur demi melihat putri kesayangannya itu.
“
sarapan dulu Na.. ibu lagi masak nasi goreng
nih..” ujarnya,mencoba menahan keberangkatan lina. Namun lina tak
menghiraukannya, ia masih kesal pada ibu gara2 tidak memberinya uang untuk
membeli buku paket Biologi saat ia memintanya tadi. Alasannya karena saat ini
ibu sedang tidak punya uang, jadi untuk membeli bukunya dipending dulu, setelah
ada rizki baru akan diberi.
Padahal dari kemarin2 udah minta
tapi ga dikasih2..Yang lain udah pada punya, Na sendiri yang masih bolak-balik
ke perpustakaan untuk meminjam buku .Benar-benar ga adil..ia
merutuk dalam hati.
“ Na berangkat dulu…udah telat! Assalamu’alaikum..”
ujarnya buru2 pamit.
Ibu yang sedari tadi tengah menggoreng nasi,
sejenak menatap kepergian putri kesayangannya itu seraya menjawab pelan
salamnya tadi.
Ada
seutas rasa tertinggal di hatinya. Lina tak bersalaman dan tak meminta doanya
saat pergi tadi, padahal bisaanya rutinitas itu tak pernah terlewat.
“
Maafkan ibu Na karena belum bisa memberi apa yang Na minta..” ujarnya lirih.
*****
Teng
.. teng.. teng..
Jam
pelajaran terakhir sudah terdengar berbunyi.
Gerbang
depan sekolah langsung dipenuhi oleh siswa-siswi yang kini mulai berlalu lalang
melewati pintu utama SMANSha, saatnya pulang ke rumah! Raut muka anak2 SMA
kelas 1 dan 2 itu terlihat ceria, senang akhirnya bisa mengakhiri kegiatan
mereka hari ini. Lain halnya dengan siswa siswi kelas 3, mereka harus menambah
porsi belajar untuk mempersiapkan UN yang tinggal beberapa minggu lagi. Kini
mereka sudah mulai pengayaan, tak bisa pulang cepat seperti siswa siswi kelas 1
dan 2.
Di
bangku barisan paling depan, Lina nampak duduk termenung, Indri, teman
sebangkunya yang sedari tadi asyik bergelut dengan latihan soal2 SNMPTNnya menghentikan
aktivitasnya sejenak,melihat ekspresi tak biasa dari sobatnya itu.
“
kenapa Na..?” tanyanya, menyadarkan lamunan Lina.
“
ga pa2 Ndri.. aku Cuma lagi kepikiran TO tadi.. aku ga bisa ngerjain..”
“
Oh,,Sama aku juga Na.. susah ya..?!” Indri menimpali, lina hanya menganggukan
kepala menjawab pertanyaanya.
“
ya udah Na.. ga usah dipikirin..banyak ko yang lain juga yang ga pada bisa
jawab soal,, bukan Cuma Na..” Indri mencoba bijak.
Lina
hanya terdiam mendengar ucapanya.
Iya.. yang lain juga banyak yang
ga bisa jawab.. tapi mereka ga separah aku.. benar2 ngeblank.
lina berujar dalam hati.
Sepanjang
pengayaan hari itu hati Lina merasa tak tenang, masih terpikir TO UAN yang baru
saja mereka laksanakan. Ia benar2 merasa kesulitan nutuk mengerjakan soal2 tersebut
padahal ia sudah belajar dengan keras untuk menghadapi TO hari ini. Apa ini ada
hubungannya dengan suasana hatinya yang tak tenang gara2 peristiwa pagi tadi?
Lina
semakin termenung.
Tepat
pukul 17.00 WIB siswa siswi kelas 3 menyelesaikan pengayaannya . Muka-muka
mereka terlihat kusut karena banyak pikiran, seharian penuh menyimak pelajaran2
dari guru2 mereka.
Nampak
lina tengah berjalan keluar dari kelasnya. Indri mengiringi langkahnya sebelum
akhirnya berpamitan untuk pulang duluan karena ibunya kini sudah menunggu di depan
pintu gerbang. Biasanya mereka selalu pulang berdua. Lina sering mebonceng di
sepeda motor sohibnya itu karena memang ia jarang sekali dijemput, orang rumah
tak ada yang bisa menjemputnya. Karena itu ia selalu ikut pulang bersama indri
yang setiap hari selalu di jemput ibunya.
Hari
ini indri tak bisa pulang dengannya karena ia dan ibunya akan pergi ke pasar
untuk belanja keperluan toko mereka. Oleh karena itu, lina pun berjalan sendiri
menyusuri koridor kelas untuk menuju masjid sekolah tempat ia dan indri biasa
menunggu jemputan.
Hf…
ia menghembuskan nafas, merasa BT menunggu jemputan seorang diri.
Beberapa
menit yang lalu ia sudah memberitahu kakaknya untuk menjemputnya ke sekolah
karena kini sudah tak ada lagi angkot yang bisa ia tumpangi untuk pulang. Namun
sudah setengah jam ia menunggu, belum
ada balasan ataupun jemputan dari orang rumahnya.
Ia
semakin gelisah.
Satu..
dua..tiga.. sampai menginjak menit ke 45.. masih tak ada juga balasan dari
kakaknya dan jemputan dari rumah.
Rasa
kecewa, sedih, kesal dan lelah bercampur menjadi satu. Ia tak mengerti kenapa
orang rumah tak ada yang membalas sms atau menjemput dirinya.
Jangan2 kakak ga mau lagi di suruh jemput aku..
lina menebak dalam hati. Kakaknya memang agak susah kalo disuruh ibu untuk menjemput
Lina, dia selalu mencari alasan untuk menolak kalau disuruh. Karena alasan ini
juga lina jadi sering pulang membonceng Indri. Selain kakaknya, tak ada lagi orang
rumah yang bisa mengendarai sepeda motor, termasuk bapak dan ibunya. Karenanya
kalau bukan kakanya yang menjemput, maka tak ada lagi.
Jarak
antara sekolah dan rumahnya sendiri bisa mencapai 6 km, kalau tak ada yang
menjemput otomatis ia harus pulang sendiri dengan berjalan kaki.
Ya Alloh.. hari ini lengkap sudah
penderitaanku.. udah dari pagi dibuat kesal, ga sempat sarapan, ngerjain TO ga bisa,
badan pada capek, perut laper,, ini malah ga ada yang jemput.. padahal pengen
cepat2 sampai rumah.. lina mengeluh dalam hati. Kekesalannya semakin
bertambah.
Tiba
– tiba…
Aha..! Ia
teringat sesuatu.
Sebuah
nama terlintas dipikirannya. Langsung saja diketiknya sebuah pesan, kemudian
dikirimnya ke salah satu nomor, nomor saudara sepupunya yang namanya tadi
terlintas dipikiranya, Ria.
Ya..
ia baru ingat kalau saudara sepupunya yang satu ini sering bolak-balik melewati
sekolahnya karena sering ada agenda diluar. Barangkali saja sekarang pun ia
sedang ada agenda, dengan begitu ia bisa ikut membonceng pulang ke rumah.
Seutas
senyum penuh harapan kini mengembang di wajah lina. apalagi setelah beberapa
saat kemudian sepupunya itu membalas smsnya dan memberitahukan kalau ia
sekarang sedang ada agenda diluar,sehingga bisa menjemputnya ke sekolah.
lina
semakin tersenyum lega.
*****
Sementara
itu, jarak beberapa kilometer dari tempat Lina kini berada, Seorang perempuan
setengah baya nampak tengah berjuang mengayuh sepeda kumbangnya untuk menuju
SMANsha.
Peluh
nampak mengalir di dahi dan pelipisnya, membasahi wajah kemayu yang tampak
kelelahan tersebut. jarak 6 km harus ditempuhnya hanya dengan mengendarai
sepeda demi menjemput putri tersayangnya yang sedari tadi menunggu. Rasa
sayang, cemas, dan khawatir, mengalahkan rasa lelahnya menempuh jarak 6 km
tersebut.
Mudah2an kamu ga kenapa2 Na
disana.. sesekali ibu tersebut bergumam sendiri,
mencemaskan keadaan putrinya. Padahal hari semakin beranjak gelap, tetapi
putrinya masih belum pulang ke rumah, karena itu ia pun berinisiatif untuk
menjemputnya ke sekola, khawatir dengan keadaannya.
Hampir
setengah jam ia menghabiskan perjalanan ke tempat tersebut. Akhirnya ia sampai
juga ke tempat yang dituju, SMANsha. Dengan nafas yang masih terengah2 ia pun menuntun
sepedanya, memasuki pintu gerbang depan tempat putri kesayangannya bersekolah. Dan ini pertama kalinya ia
memasuki sekolah mewah tersebut, tak hentinya suara decak kagum keluar dari
bibirnya yang tak pernah mengeluh kelelahan meskipun sudah menempuh perjalanan
yang sangat jauh.
Kalau
bukan karena teringat putrinya yang kini menunggu jemputan seorang diri, ia
pasti memilih istirahat sejenak untuk meluruskan urat2 kakinya serta badannya
yang kini mulai terasa sakit.
Sembari
menuntun sepedanya, ia berkeliling mencari masjid sekolah yang sering disebut2
putrinya. Di sanalah ia menunggu jemputan. Oleh karena itu ibu tersebut pun
mencari tempat yang dimaksud.
Beberapa
lama berkeliling, tak juga ditemukannya. Namun ia tak berputus asa, ia tetap
melanjutkan pencarian mengelilingi sekolah tersebut demi menemukan masjid
sekolah tempat putrinya menunggu kini.
Akhirnya
, ia bertemu dengan penjaga sekolah, dan langsung menanyakan letak masjid tersebut,
penjaga sekolah pun memberitahunya. Ibu itu segera bergegas menuju tempat
tersebut.
Akhirnya
sampailah ia di masjid bernama As Shidiq, masjid sekolah putrinya. Masjidnya
sangat luas dan indah, karenanya ia pun dibuat kagum melihat bangunan tersebut.
Dimana kamu nak..
ujarnya dalam hati. Pandangannya ia edarkan menyusuri tiap sudut dan lokasi
masjid tersebut untuk mengetahui keberadaan putrinya. Namun beberapa lama
mencari, tak juga ditenemukan. Di sana tak ada siapa2 selain seorang perempuan
yang nampaknya sebaya juga dengannya, yang terlihat baru menyelesaikan
sholatnya.
Kelihatannya ia seorang guru..
ibu menebak dalam hati.
Ia
pun memberanikan diri menemui guru tersebut.
“
punten bu, maaf.. apa semua siswa sudah pada pulang ya..” tanyanya membuka
pertanyaan dengan logat Jawa Barat (Indramayu) yang khas.
Guru
yang diajaknya bicara malah menatapnya, agak memicingkan mata, merasa tak wajar
mendapati keberadaan ibu tersebut berada disini,di sekolah rintisan berstandar
Internasional.
“
udah pada pulang tuh dari tadi” sang guru menjawab, agak sedikit ketus.
“
Dari tadi ibu liat anak perempuan ga disini? “ ibu itu bertanya kembali. Sang
guru semakin menatapnya bingung.
Sebenarnya apa sih maksud
kedatangan ibu ini kesini.. Tanyanya pada diri sendiri di dalam hati.
“
ga tau, dari tadi saya ga liat” sang guru menjawab simple.
“
ibu kenal Eri Herlina? Dia anak saya “
ibu itu kembali melanjutkan. Sang guru nampak tak bergairah menanggapi
ucapannya. Ia kembali menjawab singkat pertanyaan ibu tersebut.
“
maaf bu saya ga kenal !“ ujarnya mengakhiri percakapan mereka hari itu.
Sang
guru pun undur diri, berpamitan. Ibu hanya bisa terkulai lemah di serambi
masjid, agak cemas memikirkan nasib putrinya.
“Kamu
dimana Na.. ibu udah jemput kamu kesini..” ujarnya, berkata sendiri.
Ya Alloh.. mudah2an ia baik2 saja.
Doanya, dalam hati.
******
“
Assalamu’alaikum..”
Lina
mengucapkan salam begitu memasuki pintu rumah.Tak ada jawaban.
Rumah
terlihat sepi.
Lagi pada sholat ya.. lina
menebak dalam hati. Ia sampai rumah tepat pukul 18.15, memang sudah masuk waktu
sholat maghrib.
Beberapa
saat kemudian Bapak keluar dari kamar, baru selesai sholat.
“
Kamu pulang bareng ibu Lin?” tanyanya menyambut kedatangan Lina.
Lina
menatapnya bingung.
“
ibu? Emang ibu dimana pak?”
Bapak
mengerutkan kening, balik menatapnya, bingung.
“
lha..ibu kan jemput kamu ke sekolah Lin? Ga ketemu?”
Lina
kaget.
Ibu ke sekolah buat jemput aku? tanyanya
dalam hati, tak percaya.
“
Ibu jemput pake apa pak kesana?emang kakak kemana ?” lina bertanya kembali,
sedikit cemas.
“
Tadi waktu bapak baru pulang dari sawah, ibu langsung minjam sepeda, katanya
mau jemput kamu..sebelum jemput kamu tadi ibu udah minta kakak buat jemput
kamu, udah dibujuk , dirayu2, udah di maintain tolong, tapi kakak kamu tetap ga
mau, dia malah milih untuk tidur,,” bapak menjelaskan.
“
Tadi juga bapak udah bilang kalau bapak aja yang jemput, kasian masa ibu yang
kesana.. tapi ibu menolak, katanya kasihan bapak masih capek, jadi disuruh
istirahat.. jadinya ibu yang tadi jemput kamu..tapi sekarang ga tau ibu ada
dimana. Kirain bapak kamu pulang bareng ibu”
Lina
terdiam..
Mendengar
penuturan bapak, ada seutas rasa menelusup ke dalam hatinya . Entah rasa apa
itu.. lina juga tak bisa mendefinisikannya. Rasa itu menelusup semakin dalam ke
dasar relung hatinya. Membuatnya tak bisa berkata apa2 lagi. Hanya bisa
tertunduk dalam ,, entah kenapa tiba2 ia merasakan matanya hangat,ada butiran2
air bening yang kini memaksa keluar dari ujung kedua matanya.
Ya Alloh.. ibu bela2in jemput
aku, padahal aku sedang asyik sendiri disana.. ujarnya dalam hati.
Ia
tak bisa berucap lagi.. tak bisa membendung butiran bening yang kini mulai
mengalir, hangat, membasahi wajahnya.
Di
penghujung sholat magribnya ia kembali teringat peristiwa yang sudah dilaluinya
seharian ini.
Dari
pagi menjelang, ibu sudah bela2in mengetuk2 pintu kamarnya untuk
membangunkannya sholat subuh, namun ia tak menghiraukannya,ia lebih memilih
untuk menutup kedua telinganya dengan bantal daripada menuruti perintah ibu ,memilih
untuk menunda sholat subuh demi melanjutkan tidurnya. Ibu pun tak patah semangat, ia tetap berusaha
membangunkannya. Tetapi ia malah menyahut galak dari dalam kamar.
Betapa bersalahnya aku..padahal
ibu sudah mengajak aku untuk segera menghadapMu.. tapi aku tak
menghiraukannya..malah membentaknya..maafkan Na Bu..
Dan
kejadian tadi pagi pun terlintas kembali diingatannya.. tentang kekesalannya
pada ibu, sikap marahnya, penolakannya.. padahal hari ini ibu sudah capek2
membuatkan nasi goring kesukaannya, tetapi jangankan memakannya,untuk sekedar
menengok ibu yang sedang masak saja tak dilakukanya.
Alloh.. aku semakin bersalah..
padahal ibu sudah bela2in masak makanan kesukaan aku. tetapi aku? justru
menyia-nyiakannya,, bahkan tak menghiraukanya.. padahal ia sudah bela-belain
bangun pagi dan mempersiapkan semuanya.. tapi aku tak menghargai
pengorbanannya...
Butiran2
bening itu kini semakin membasahi wajahnya..membuatnya semakin larut dalam rasa
bersalah..
Ia
pun baru tersadar kalau pagi ini ia tak bersalaman pada ibu saat berangkat
sekolah tadi, dan juga tak meminta doanya untuk usahanya hari ini.. padahal bisaanya
rutinitas ini tak pernah ia tinggalkan, tetapi hari ini? Hanya karena ia kesal
pada ibu, ia jadi sengaja tak mau menyalami dan meminta doa ibu..
Betapa durhakanya aku ya Alloh.. sesalnya.
Padahal Ridho Engkau ada pada
ridho orang tua.. mungkin inilah yang menyebabkan aku kesulitan dalam
mengerjakan soal2 tadi, karena aku tak meminta ridho dan pada ibu, sehingga
Engkau pun berat untuk memberikan ridho-Mu ya Robb..
Air
mata semakin mengalir di kedua pelupuk matanya..
Entah
masih berada dimanakah ibunya sekarang.. kecemasan dan rasa bersalah yang tak
terhingga kini memenuhi ruang hatinya. apalagi saat ia teringat pengorbanan ibu
hari ini, yang sampai membela2kan menjemputnya ke sekolah walaupun hanya dengan
sepeda kumbang tua, tak perduli jarak yang begitu jauh dan fisiknya yang merasa
lelah.. ia tempuh jarak sejauh itu hanya untuk menjemputnya..
Padahal
hari ini ia bersikap sangat tak baik pada ibu,, tetapi ibu tetap membalasnya
dengan kebaikan dan cintanya.
Pengorbanan yang teramat tulus, tanpa imbalan,tanpa
pamrih ataupun memikirkan dirinya sendiri. Yang ada dalam hati dan pikirannya
hanyalah bayangan putri tersayangnya yang
tengah duduk seorang diri menunggu jemputan.
Padahal
orang yang ingin di jemputnya justru sedang ‘fine2’ saja dengan kegiatannya..
tak pernah sedetikpun memikirkannya..
Ini sungguh tak adil untuk ibu..
ujarnya berkata lirih.
Ditengah
rasa bersalahnya itu,Ia jadi teringat lirik sebuah lagu yang menggambarkan
peristiwa yang dialaminya kini.. sebuah lagu lama dari Iwan Falz..tentang
pengorbanan dan cinta seorang ibu..
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh..
Lewati rintangan untuk aku
anakmu.
Ibu ku saying masih terus
berjalan
Walau tapak kaki penuh darah
penuh nanah..
Seperti udara kasih yang engkau
berikan
Tak mampu ku membalas..
Ibu..
******
Dari
dalam kamarnya,samar2 Lina mendengar seseorang mengucapkan salam..
Suara
itu sudah sangat akrab ditelinganya. Ia baru saja akan melangkahkan kaki untuk
keluar, namun niatnya tertahan ketika suara bapak pun terdengar menjawab salam tersebut.
“
ibu darimana saja? Bapak sampai khawatir..” bapak langsung bertanya begitu ibu
memasuki pintu rumah.
Lina
mendengarkan pembicaraan keduanya dari balik pintu kamarnya yang tertutup.
Ibu
tersenyum mendengar pertanyaan suaminya itu.
“
ibu habis jemput lina pak.. kan tadi udah pamitan sama bapak..” ujarnya
mengingatkan.
“
iya tadi ibu bilangnya mau jemput lina.. tapi kenapa baru pulang sekarang?” bapak
bertanya kembali, merasa khawatir.
Ibu
malah tersenyum kembali sebelum akhirnya menjawab pertanyaannya.
“
iya maaf pak.. tadi itu sepeda bapak bannya bocor, jadi ibu nyari bengkel dulu
buat benerin,, kirain tuh sebentar, eh ga taunya ternyata lama.. “ ibu melanjutkan.
“
oia, tadi juga ibu habis dari rumahnya Sri buat minjam uang untuk beli bukunya
lina.. makanya baru pulang sekarang” tambahnya.
Bapak
hanya terdiam mendengar penuturan Ibu.
Ternyata,
ibu pulang malam karena ditengah jalan ban sepedanya bocor, jadi harus mencari
bengkel dulu untuk menambal ban. Dia
juga sampai bela2in minjam uang ke saudara hanya untuk memenuhi permintaan
anaknya, meskipun ia harus mengorbankan tenaga, waktu, dan rasa malunya untuk
itu, namun ia tak pernah mengeluh. Selalu ikhlas menjalani semuanya..
Ya Alloh ibu…
Tak
terasa butiran2 bening itu kini kembali mengalir dikedua pelupuk mata Lina..
“Maafkan Na , ibu…”
Hanya
kalimat itu yang bisa diucapkannya.
islamedia.web.id/2011/11/maafkan-na-bu.html
Posting Komentar