Perubahan-Perubahan Lambang Garuda Pancasila
Sewaktu
Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi
Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu
ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan
gambar lambang negara.
Tanggal
10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan
Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki
Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi
Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan
rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
LAMBANG PERTAMA
Merujuk
keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono
melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik,
yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya
yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya
M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan
menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih,
dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS
Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk
keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka
bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita
merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika”.
LAMBANG KEDUA
Pada
tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno.
Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali
mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali –
Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno
kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh
Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya
“Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI
menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya
diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar
bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak
berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan
anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian
dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang
negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15
Februari 1950.
LAMBANG KETIGA
Penyempurnaan
kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali
Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk
cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang
menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden
Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk
akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi
Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah,
untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan
Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai
saat ini.
LAMBANG KEEMPAT
Untuk
terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk
final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata
warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan
kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan
Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar
lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari
1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog
Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen
proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila”
muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia
teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana
sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam
lambang negara.
Posting Komentar