Snippet

Teori Organisasi Umum | Tugas 4

Motivasi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXz-rbxbfxN6eAhj5Rtv0GJ5VDDTSDVBaUKD5qvWEZI3xPFcr1OHkTWglQA460hSfX7_1bNb4T_b9LR5c73RsQAdQbjpEFsPLEeJRPmJQy-DyrzyfRg9L7tq8UuIBJNqRXtpPFFZjvr3As/s1600/motivation_372855.jpg
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.


Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Jadi memotivasi orang lain, bukan sekadar mendorong atau bahkan memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh motivasinya. Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang, yaitu:

Fear Motivation
Motivasi yang didasarkan atas ketakutan (fear motivation). Dia melakukan sesuatu karena takut jika tidak maka sesuatu yang buruk akan terjadi, misalnya orang patuh pada bos karena takut dipecat, orang membeli polis asuransi karena takut jika terjadi apa-apa dengannya, anak-istrinya akan menderita. 

Achievement Motivation
Ingin mencapai sesuatu (achievement motivation). Motivasi ini jauh lebih baik dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan di dalamnya. Seseorang mau melakukan sesuatu karena dia ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi tertentu.

Inner Motivation
Motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam (inner motivation), yaitu karena didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih (love) pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya bekerja bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya.

Dalam buku The One Minute Manager, kedua penulis (Kenneth Blanchard dan Spencer Johnson) merangkum topik bahasan kita mengenai motivasi ini dalam sebuah ilustrasi yang amat menarik mengenai Manajer Satu Menit. Untuk menjadi manajer yang efektif dan dapat memotivasi anak buah untuk mencapai sasaran perusahaan, maka ada tiga hal yang harus dilakukan. 

Pertama adalah membangkitkan inner motivation dari orang yang dipimpinnya dengan menetapkan berbagi misi atau sasaran yang akan dicapai. Kita sebagai pemimpin perlu berbagi dengan tim kita untuk secara bersama melihat visi secara jelas dan mengapa kita melakukannya. Motivasi yang benar akan tumbuh dengan sendirinya ketika seseorang telah dapat melihat visi yang jauh lebih besar dari sekadar pencapaian target. Sehingga setiap orang dalam organisasi kita dapat bekerja dengan lebih efektif karena didorong oleh motivasi dari dalam dirinya.

Hal kedua dan ketiga yang perlu dilakukan oleh seorang manajer efektif adalah memberikan pujian yang tulus dan teguran yang tepat. Kita dapat membuat orang lain melakukan sesuatu secara efektif dengan cara memberikan pujian, dorongan dan kata-kata atau gesture yang positif. Bahkan dalam bukunya yang melegenda, Dale Carnegie (How to Win Friends and Influence People) menempatkan ini sebagai prisip pertama dan kedua dalam menangani manusia, yaitu: (1) jangan mengkritik, mencerca atau mengeluh, dan (2) berikan penghargaan yang jujur dan tulus. Manusia pada prinsipnya tidak senang dikritik, dicemooh atau dicerca, tetapi sangat haus akan pujian dan apresiasi. Tetapi kritik atau teguran yang tepat seringkali justru diperlukan untuk membangun tim kerja yang kokoh dan handal. Yang penting dalam menegur orang lain adalah bukan pada apa yang kita sampaikan tetapi cara menyampaikannya. Teguran yang tepat justru dapat menjadi motivasi dan menimbulkan reaksi yang positif. 

Penelitian yang dilakukan dalam lima puluh tahun terakhir menunjukkan bahwa motivasi kerja tidak semata didasarkan pada nilai uang yang diperoleh (monetary value). Ketika kebutuhan dasar (to live) seseorang terpenuhi, maka dia akan membutuhkan hal-hal yang memuaskan jiwanya (to love) seperti kepuasan kerja, penghargaan, respek, suasana kerja , dan hal-hal yang memuaskan hasratnya untuk berkembang (to learn), yaitu kesempatan untuk belajar dan mengembangkan dirinya. Sehingga akhirnya orang bekerja atau melakukan sesuatu karena nilai, ingin memiliki hidup yang bermakna dan dapat mewariskan sesuatu kepada yang dicintainya (to leave a legacy). 

Komunikasi
Komunikasi adalah "suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain". Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
Hambatan-Hambatan Komunikasi
Dalam praktek berkomunikasi biasanya seseorang akan menemui berbagai macam hambatan yang jika tidak dapat ditanggapi dan disikapi secara tepat akan membuat proses komunikasi yang terjadi menjadi sia-sia karena pesan tidak tersampaikan atau yang sering terjadi adalah terjadinya penyimpangan. Adapun hal-hal yang sering terjadi adalah karena ketidakmampuan seorang penyampai pesan dalam:
  • Berkomunikasi sesuai tingkatan bahasa para pendengarnya.
    Seorang pedagang makanan yang hanya lulusan SMP tentunya akan kesulitan mengerti pembicaraan seorang sarjana teknik yang berbicara menggunakan istilah-istilah tekniknya.
  • Mengerti keinginan arah pembicaraan dari para pendengarnya.
    Sekelompok remaja SMA tentunya wajar jika tidak tertarik pada pembicaraan mengenai permasalahan bagaimana merawat dan mendidik balita yang disampaikan seorang ibu rumah tangga.
  • Mengerti kelas sosial para pendengarnya.
    Sekelompok petani didesa tentunya tidak mengerti dan tidak tertarik pada pembicaraan seorang pialang mengenai perdagangan saham.
  • Memahami latar belakang serta nilai-nilai yang dipegang teguh para pendengarnya.
    Seorang ahli presentasipun akan sangat kesulitan menembus dan merubah "kekebalan" (kekeras-kepalaan) pendapat seorang individu apalagi kelompok masyarakat yang mengkonsumsi makanan pokok nasi menjadi gandum, kentang atau lainnya walaupun didukung "bukti-bukti dan alasan yang kuat dan benar".
Kepemimpinan
http://hardiananto.files.wordpress.com/2010/07/leader1.jpg
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis

Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.


2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik

Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.


Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.


3. Tipe Kepemimpinan Militeristik

Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.


4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)

Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.


5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.


6. Tipe Kepemimpinan Populistis

Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.


7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.


8. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.