Cinta Kasih (Valentine's)
Tinjuan Sejarah
Sejarah dibalik Valentine’s Day, yang kebanyakann orang mengenalnya sebagai hari kasih sayang. Jika ditinjau dalam bahasa Inggris, bahwa kata kasih sayang itu bukanlah lebih mendekati pada kegiatan hubungan kelamin. Oleh karena itu, para kalangan pemuja sex sering membahasakan aktivitas sexualnya dengan sebutan “Making Love”. Dalam kamus bahasa Inggris, kasih sayang disebut “Affection”.
Dahulu orang-orang Romawi-Pagan sangat menanti-nanti datangnya bulan Februari dengan mencari pasangan baru, sekalipun hidup mereka setiap harinya telah terbiasa berganti-ganti pasangan. Sebab dalam kepercayaan Paganisme yang dianut orang-orang Romawi kuno pada waktu itu, bulan Februari merupakan bulan penuh “Cinta” (Love bukan Affection), bulan penuh kesuburan (masa meningkatnya birahi). Dalam ritual yang mereka sebut dengan “Lupercalian Festival” (diambil dari nama dewa kesuburan yaitu Lupercus) itu, para pemuda dan pemudi dikumpulkan dalam tempat yang terpisah oleh pendeta tertinggi Pagan Roma di kuil pemujaan. Semua nama pemudi ditulis dalam lemberan-lembaran kecil yang dimasukan kedalam kendi, setelah itu pendeta pemimpin ritual tersebut meminta para pemudanya untuk mengambil secara acak satu lemberan kecil tersebut layaknya sebuah arisan. Setelah mereka mendapatkan pasangan masing-masing, mereka bebas melakukan apa saja pada malam menjelang tanggal 14 Februari hingga malam menjelang tanggal 15 Februari. Pada tanggal 15 Februari mereka melakukan “Making Love” kembali di kuil pemujaan sebagai bentuk do’a kepada Dewa Lupercus agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh-roh jahat.
Hal ini mengingatkan kita pada aliran sesat, yang baru-baru ini muncul dengan nama “Wetheng Buwono”. Aliran ini menyruh pengikutnya yang sudah mempunyai pasangan dapat melakukan senggama di hadapan Satrio Piningit sang pemimpin. Senggama tersebut dilakukan dengan harapan dapat berjumpa dengan tuhannya.
Selanjutnya kembali pada pembahasan “Making Love” pada ritual Lupercalian festival, Pendeta Pagan-Roma membawa dua ekor kambng dan seekor anjing, yang kemudian disembelih di atas altar sebagai bentuk persembahan kepada Dewa Lupercus, setelah itu acara ritual dilanjutkan dengan minum anggur bersama.
Setelah itu para pemuda mengambil satu lembar kulit kambing dari hewan yang telah diqurbankan tersebut untuk dibawa berlari-lari keliling kota yang diikuti oleh para pemudinya dan berlomba-lomba untuk meraih kulit kambing yang dibawa oleh para pemuda tersebut dengan keyakinan mampu membuat mereka subur, awet muda, dan bertambah cantik. Ritual ini sangat favorit dan sangat dinanti-nanti oleh kalangan muda di Roma, seba hal ini merupakan tradisi kehidupan masyarakat Pagan-Romawi, yang sangat mengagungkan keperkasaan seorang pria, kecantikan seorang wanita, dan sex.
Tradisi ritula tersebut terus berlanjut ketika Roma dijadikan pusat gereja Barat oleh Kaisar Konstantin. Gereja malah melenggengkan ritual pesta birahi tersebut dengan “bungkus agama”, atas kebijakan Kaisar Konstantin yang notabenenya adalah Paus I dan Paus Gregory I. Selanjutnya pada tahun 496 M, Paus Glasius I menjadikan Lupercalian Festival sebagai perayaan Gereja dengan memunculkan mitos tentang Santo Valentinus, yang dikatakan meninggal pada tanggal 14 Februari. Padahal cerita itu jika boleh meminjam istilah ilmu hadits maudhu’ , karena tidak jelas periwatannya.
Dari pihak Gereja sendiri sebenarnya mudah mengeluarkan surat resmi melarang bagi para pengikutnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual tersebut yang tidak berdasar. Sebab dalam sejarah Gereja sendiri tidak ditemukan kata sepakat mengenai sosok Santo Valentinus ini, bahkan banyak yang mengakui cerita tersebut merupakan eufisme atau dongeng belaka, yang penuh kedustaan.
Misi dibalik Valentine,s Day
Momen Valentine’s Day merupakan penjajahan budaya yang bersifat global. Tentu hal ini merupakan sesuatu yang terencana, sebagaimana yang dikatakan oleh Samuel Zwemmer, seorang tokoh Yahudi yang menjabat sebagai Ketua Liga Yahudi Internasional pada konferensi Missi di Yerusalem pada tahun 1935, bahwa misi utama mereka bukanlah memurtadkan kaum muslimin dari agamanya, menjadikan generasi mudanya malas bekerja, suka berfoya-foya, senang dengan segala kemaksiatan, memburu kenkmatan hidup, dan berorientasi pada pemuasan hawa nafsu.
Selanjutnya gerakan Missi punya dua agenda:
1. “Menghancurkan peradaban Islam dan membina kembali dalam bentuk peradaban Barat. Ini perlu dilakukan agar si Muslim dapat berdiri pada barisan pendukungg budaya Barat untuk melawan saudaranya sendiri” (Samuel Zwemmer, dalam bukunya “Al Garah ‘Alal Alam Islamiy”, 275).
2. Harry Dorman, dalam “Towards Understanding Islam” mengungkapkan sebuah pertanyaan seorang misionaris Kristen. Boleh jadi, dalam beberapa tahun mendatang, sumbangan terbesar misionaris Kristen di wilayah-wilayah Muslim, akan tidak setuju banyak memurtadkan orang Islam, melainkan menyelawatkan Islam itu sendiri. Inilah bidang tugas yang tidak boleh diabaikan.
Agenda Zionisme dibalik Valentine’s Day
Kita semua sedikitnya sudah paham ada sebagian orang-orang Yahudi menjadi pembangkang. Mereka berusaha keras untuk menyesatkan Bani Isra’il yang menjadi pengikut Nabi Musa as. dengan risalah Tauratnya. Mereka merubah kitab Taurat menjadi kitab Talmud. Adapun yang menjadi substansi dari kitab Talmud itu adalah kebebasan berfikir dan berkehendak. Kemudian mengagung-agungkan eksistensi bangsa Yahudi, yang lebih mulia dari bangsa lain. Sehingga misi utam mereka adalah menciptakan feodalisme global dengan membangun Israel raya dengan menguasai seluruh jazirah Arab dan Asia, termasuk Indonesia. Mereka menganggap bangsa Arab adalah budak, karena berasal dari Siti Hajar istri Nabi Ibrahim as. yang keturunan budak. Sehingga mereka menyimpulkan Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah budak dan penganut agama budak. Mereka sudah membuktikan apa yang mereka yakini dengan memperlakukan orang-orang Palestina dengan semena-mena tanpa prikemanusiaan, merampas, menganiaya, memperkosa, hingga membunuh.sehingga pantaslah jika Allah SWT memberi laqab kepada mereka Al-Maghdhuup yaitu orang-orang yang di murkai. Para ahli tafsir dalam hal ini tidak ada perbedaan dalam penafsiran bahwa Al-Maghdhuup adalah Yahudi sedangkan Al-Dlaalin adalah Nasrani.
Sedangkan sebagian dari pengikut Nabi Isa as. yang menganut Nasrani menjadi korban penyesatan orang-orang Yahudi, dengan mengatakan Isa adalah anak Tuhan, jika mereka orang-orang Nasrani ingin mendapatkan dua surga (surga dunia dan surga akhirat), maka korbankan Isa si anak Tuhan itu untuk menebus dosa anal manusia dengan disalib. Maka ada pengikut Nabi Isa as. yang bernama Yudas berada pada barisan pertama mengejar Isa as., Yudas dan kawan-kawannya tidak peduli terhadap peringatan Nabi Isa bahwa sesungguhnya mereka telah disesatkan oleh orang-orang Yahudi. Namun Allah berkehendak lain. Allah menyelamatkan Nabi Isa as., sebaliknya Yudaslah yang ditangkap karena wajahnya yang diserupakan oleh Allah SWT seperti Nabi Isa as.
Lantas Yudas disalib, maka momen itu menjadi awal kemerdekaan bagi sebagian Bani Isra’il yang menjadi pemuja hawa nafsu, mereka bebas berbuat apa saja tanpa mempedulikan dosa, sebab dosa menurut mereka sudah ditebus oleh Yesus (Isa as.) anak Tuhan. Begitu juga mereka merekayasa Valentine’s Day dengan bungkus agama, yaitu kasih sayang, karena agam mengajarkan untuk berkasih sayang sesama manusia. Padahal itu merupakan bungkus untuk melakukan sex bebas dan penyimpangan sex.
Demikianlah cara-cara kaum Yahudi berupaya menghancurkan nilai-nilai agama samawi yang dianggap sebagai pengahalang untuk mewujudkan ambisi mereka menjadi majikan dimuka bumi dan menjadikan bangsa lain sebagai budak, budak syahwat, budak uang dan budak kekuasaan.
Posting Komentar