Snippet

Bangsa Maling Israel Rampas Warisan Budaya Palestina

berita foto : Dead Sea Scroll atau Gulungan Laut Mati, salah satu warisan budaya Palestina yang dicolong Israel (Berita SuaraMedia)
berita foto : Dead Sea Scroll atau Gulungan Laut Mati, salah satu warisan budaya Palestina yang dicolong Israel (Berita SuaraMedia)
Perdana Menteri Otoritas Palestina Salam Fayad telah membuat keluhan resmi kepada pemerintah Kanada tentang tujuan Toronto's Royal Ontario Museum untuk berkolaborasi dengan Israel Antiquities Authority untuk menyelenggarakan "Gulungan Laut Mati: Kata-kata yang Mengubah Dunia" dari 12 Juni hingga 16 Agus, 2011.

Direktur Jenderal Departemen Arkeologi Palestina, Hamdan Taha menjelaskan, "Pameran tersebut akan membawakan dan menampilkan artefak yang dipindahkan dari wilayah Palestina ... saya rasa itu penting bagi institusi Kanada akan bertanggung jawab dan bertindak sesuai dengan kewajiban dari Kanada. "

Pameran Israel tersebut melanggar konvensi internasional atau protokol yang telah meratifikasi dan melindungi properti budaya selama konflik bersenjata. Negara Israel menduduki Rockefeller Museum yang dimiliki Yordania di Yerusalem pada tahun 1967 mengambil gulungan-gulungan tersebut dan terus melakukan hal serupa terhadap kekayaan budaya Palestina sejak itu. Di bawah Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property pada tahun 1970 dan Konvensi Hague pada tahun 1954 beserta dua protokol yang terkait, Kanada adalah berkewajiban "untuk mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memulihkan kembali dan setiap kekayaan budaya" atas permintaan pihak yang dirugikan.

Pameran Dead Sea Scrolls tersebut merupakan bagian dari upaya Israel untuk memberi merek kepada diri mereka sendiri. Menurut The Economist, kelompok diplomat Yahudi Amerika dan Israel berusaha untuk menciptakan persepsi Israel dengan citra "trendy, keren, beradab, menyenangkan dan kreatif." Kampanye tersebut juga termasuk menempatkan iklan bernada seksual di Maxim dan majalah pria lainnya.

Professor Stephen Walt dari Harvard di blognya menyarankan Kebijakan Luar Negeri bahwa upaya Israel tersebut akan berakhir dalam sebuah kegagalan: "Memulihkan citra Israel dari gambar di Barat bukan soal memutar atau dengan PR atau 're-branding;' melaikan dengan meninggalkan kebijakan yang ada sekaranglah yang akan meraih simpati masyrakat dunia. Hanya sesederhana itu."

Namun, komponen arkeologi dari kampanye propaganda tersebut menggunakan sugesti bawah sadar untuk memotong argumen politik seperti itu. Seorang penasehat re-branding Israel terkemuka berpendapat, "Mari kita raih ke level dimana orang Israel dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan musik dan arkeologi "

Dalam Facts on the Ground Columbia, Profesor Nadia Abu Al Haj menulis, "Dalam konteks Israel dan Palestina, arkeologi muncul sebagai pusat disiplin ilmiah karena sikap dimana pemukiman kolonial yang terbentuk dalam bahasa, dan kepercayaan, akan nasional Yahudi kembali." Meskipun menyatakan kepemilikan ke negara setelah ketidakhadiran selama 2000 tahun adalah mustahil, pencurian yang dilakukan terhadap Palestina dari penduduk asli adalah dilegalkan melalui klaim bahwa orang-orang Yahudi hari ini merupakan turunan dari penduduk dari Greco-Roman Judea.

Menurut reporter New York Times, Ethan Bonner dan Isabel Kershner dalam "Parks Fortify Israels Claim to Jerusalem," "Ada peperangan untuk legitimasi sejarah di sini. Sebagai bagian dari upaya, Arkeolog menemukan bukti yang tak dapat disangkal bahwa Yahudi kuno pernah hidup di sini. Klaim tersebut tidak masuk akal.

Intelektual Yahudi berasal dari abad ke-19 di Jerman, dipengaruhi oleh karakter dari kaum nasionalisme Jerman, menciptakan narasi lokal mereka 'secara retrospektif,' dari kehausan untuk menciptakan orang-orang Yahudi modern, ujar Professor Shlomo Sand dari Universitas Tel Aviv, pengarang Bagaimana dan Bila Orang Yahudi Diciptakan.

Tidak ada satu pendiri populasi untuk setiap golongan Yahudi modern yang lebih banyak dari satu pendiri penduduk Kristen modern atau Islam modern yang ada. Teks dari awal serta akhir abad pertengahan menjelaskan adanya kumpulan masyarakat dengan kesukuan yang beragam yang terkait dengan berhubungan Yudaisme.

Dalam bahasa Inggris untuk menggunakan kata Yahudi adalah anakronistik sebelum abad ke 10 ketika Rabinik Yudaisme diperjelas berkat upaya Saadyah Gaon (Sa'id  bin Yusuf al-Fayyumi) dan rekan-rekannya.

Dengan kodifikasi hukum Rabinik revolusioner masyarakat ini menjadi bagian dari jaringan perdagangan yang luas yang terbentang antara dunia Kristen dan Muslim dan yang diperpanjang ke Cina dan mulai bertukar anggota pada skala besar. Wilayah-ekspor utamanya tampaknya berada di wilayah di dekat Laut Hitam.

Temuan antropologi genetik baru-baru ini yang berdasarkan analisis DNA menunjukkan bahwa leluhur laki-laki dari golongan Yahudi Yiddish adalah dari Eropa Timur dan non-Levantin Barat Daya Asia, sementara pada perempuan adalah berasal dari leluhur Eropa Timur.

Sand mengakui, "kemungkinan bahwa Palestina adalah keturunan orang-orang Yahudi purba jauh lebih besar dibandingkan dengan peluang yang Anda atau saya [berarti Israel Yahudi]."

Leluhur Palestina yang menciptakan Kerajaan Hasmonean, menyusun Alkitab Ibrani, mengikuti Isa AS, menulis Perjanjian Baru, mengumpulkan Mishnah, dan meredaksikan Talmud Yerusalem. Orang-orang Palestina menyusun tautan hidup ke awal warisan dari Taurat dan Injil.

Zionists terlihat menyedihkan, karena mereka jadi malu terhadap sejarah mereka sendiri bahwa mereka merebut milik orang lain. Ketika pemerintah Israel mengirimkan Dead Sea Scrolls ke Kanada, oleh  undang-undang Kanada harus mengembalikan mereka ke pemilik sebenarnya, yaitu orang-orang Palestina.