Suku Yang Hilang Di Indonesia

Jarak kepulauan Mentawai dari Pantai Padang lebih kurang 100 kilometer. Secara turun temurun, suku Mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan rumah yang terbuat dari kayu pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk panggung.
Di Mentawai, sebuah Uma biasanya dihuni oleh 5 hingga 7 kepala keluarga dari keturunan yang sama. Satu diantaranya anggota yang tinggal dalam sebuah rumah disebut Sikerei. Sikerei itulah yang oleh suku Mentawai dianggap sebagai tetua. Uma menjadi pusat kehidupan bagi suku Mentawai. Di dalam Uma itulah, suku Mentawai tinggal, menyelenggarakan pertemuan dan melaksanakan berbagai macam acara adat, seperti penikahan. Uma juga menjadi tempat untuk menyembuhkan anggota keluarga jika ada yang sakit.
Kesederhanaan hidup suku Mentawai terlihat dari cara mereka berpakaian. Pada umumnya, pakaian suku Mentawai masih tradisional. Kaum lelaki Mentawai masih mengenakan Kabit yakni penutup bagian tubuh bawah yang hanya terbuat dari kulit kayu. Sementara bagian tubuh atas dibiarkan telanjang begitu saja tanpa mengenakan sehelai kain.
Sikerei, tetua di Mentawai-pun masih mengenakan Kabit. Lain halnya dengan kaum wanita, untuk menutup tubuh bagian bawah, mereka menguntai pelepah daun pisang hingga berbentuk seperti rok. Sementara untuk tubuh bagian atas, mereka merajut daun rumbia hingga berbentuk seperti baju. Kalaupun ada suku Mentawai yang mengenakan kain sarung ataupun pakaian lengkap, jumlahnya hanya beberapa orang saja.

Suku Mentawai juga meyakini daun menjadi penghubung antara Sang Pencipta dengan manusia. Begitu kuatnya kepercayaan suku Mentawai terhadap kekuatan daun, pantang bagi keturunan suku Mentawai untuk merusak hutan. Mereka dilarang untuk menebang hutan sembarangan. Untuk memasak, mereka hanya diperbolehkan mengambil ranting pohon yang telah jatuh ke tanah. Jika melanggar, mereka akan mendapat sanksi adat. Bahkan mereka percaya, jika merusak hutan, musibah dapat menghampiri kehidupan masyarakat Mentawai.
Hutan menjadi tempat utama bagi kehidupan suku Mentawai. Mereka mendirikan Uma atau rumah di dalam hutan. Di dalam hutan itu pula, mereka mencari hewan buruan untuk dimakan. Monyet, babi hutan, serta kelelawar menjadi sasaran rutin bagi suku Mentawai. Jika dibandingkan dengan jenis hewan lainnya, suku Mentawai menganggap monyet sebagai hasil buruan yang paling berharga.

Sejak dulu, suku Mentawai selalu menerapkan hidup menyatu dengan alam. Merusak alam dan berburu secara liar diyakini dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan suku Mentawai. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka tidak hanya bergantung pada berburu. Mereka mencukupi kebutuhan makan dengan cara beternak babi dan ayam. Tak hanya itu, setiap kali mereka menebang pohon sagu untuk diolah menjadi bahan makanan, suku Mentawai menggantinya dengan menanam pohon sagu yang baru.
Jika suku Mentawai dapat hidup sederhana dan mencintai alam, bagaimana dengan anda? Mengingat saat ini alam membutuhkan bantuan dari tangan manusia, kebiasaan hidup suku Mentawai dapat dijadikan contoh. Tertarik untuk melihat kehidupan suku Mentawai lebih dekat lagi, kepulauan Mentawai di propinsi sumatera Barat dapat menjadi kunjungan anda berikutnya.
Posting Komentar