Jet Ransel 717 Juta Rupiah, Siap Dipasarkan
Kemacetan hingga saat ini masih menjadi masalah serius bagi sejumlah kota besar di dunia. Berbagai kebijakan pun dikeluarkan untuk mengatasi kemacetan, tapi hasilnya belum juga maksimal.
Mungkin, hasil karya perusahaan perakitan pesawat Martin Aircraft Company bisa menjadi solusi jitu untuk mengatasi permasalahan kemacetan. Perusahaan tersebut diketahui membuat sebuah peralatan yang memungkinkan seseorang dapat terbang, bahkan hingga ketinggian 2400m dengan kecepatan 60 km per jam.
Jet 'ransel' atau biasa disebut dengan 'jetpack" itu akan dipasarkan secara komersial oleh Martin Aircraft Company. rencananya perlengkapan terbang tersebut akan dijual sekira 50 ribu poundsterling atau sekira Rp717 juta. Untuk sementara Martin Aircraft hanya memproduksi 500 jet 'ransel' per tahun. Demikian dilansir Telegraph, senin (23/5/2011).
Berat peralatan tersebut sekira 254 pon atau 115 kg. Untuk menerbangkannya, pun pembeli tak perlu memiliki izin terbang layaknya pilot. Cukup mengenakan perlengkapan senilai Rp717 seseorang dapat terbang sejauh 30 mil hanya dalam 30 menit.
"Bagi kami ini adalah langkah terbaik dengan memasarkannya secara komersial, alat ini sangat cocok untuk kondisi-kondisi darurat atau kebutuhan militer," kata Richard Lauder, CEO martin Aircraft Company Alat temuan Martin ini memang jauh dari citra rekaan Hollywood tersebut. Jetpack buatannya berukuran sebesar piano dengan berat 115 kilogram. Untuk memakainya saja, orang harus masuk ke dalamnya, bukan sekadar mengikatkannya di punggung.
Mungkin, hasil karya perusahaan perakitan pesawat Martin Aircraft Company bisa menjadi solusi jitu untuk mengatasi permasalahan kemacetan. Perusahaan tersebut diketahui membuat sebuah peralatan yang memungkinkan seseorang dapat terbang, bahkan hingga ketinggian 2400m dengan kecepatan 60 km per jam.
Jet 'ransel' atau biasa disebut dengan 'jetpack" itu akan dipasarkan secara komersial oleh Martin Aircraft Company. rencananya perlengkapan terbang tersebut akan dijual sekira 50 ribu poundsterling atau sekira Rp717 juta. Untuk sementara Martin Aircraft hanya memproduksi 500 jet 'ransel' per tahun. Demikian dilansir Telegraph, senin (23/5/2011).
Berat peralatan tersebut sekira 254 pon atau 115 kg. Untuk menerbangkannya, pun pembeli tak perlu memiliki izin terbang layaknya pilot. Cukup mengenakan perlengkapan senilai Rp717 seseorang dapat terbang sejauh 30 mil hanya dalam 30 menit.
"Bagi kami ini adalah langkah terbaik dengan memasarkannya secara komersial, alat ini sangat cocok untuk kondisi-kondisi darurat atau kebutuhan militer," kata Richard Lauder, CEO martin Aircraft Company Alat temuan Martin ini memang jauh dari citra rekaan Hollywood tersebut. Jetpack buatannya berukuran sebesar piano dengan berat 115 kilogram. Untuk memakainya saja, orang harus masuk ke dalamnya, bukan sekadar mengikatkannya di punggung.
Sebelumnya Prototipe jetpack buatan Martin itu dipamerkan pada "Experimental Aircraft Association AirVenture Oshkosh ", konvensi penerbangan tahunan di Wisconsin, pekan lalu. Dalam demonstrasi uji penerbangan yang disaksikan ribuan pasang mata itu, putra sang penemu menjadi pilotjetpack.
Harrison Martin, berusia 16 tahun, mengenakan helm serta mengikatkan dirinya pada prototipe jetpack dan menghidupkan mesin. Beberapa anak langsung menutup telinganya ketika deru mesin yang memekakkan telinga terdengar bersamaan dengan terangkatnya Harrison hampir satu meter dari permukaan tanah.
Sang pilot berhasil mengudara selama 45 detik dengan dua pria berbadan kekar memegang kedua sisi mesin untuk mencegahnya melayang tertiup angin. Tepukan penonton membahana ketika Martin muda menjejakkan kakinya kembali ke landasan, meski jetpack itu cuma terbang sejauh 15 meter.
Reaksi penonton sebetulnya terbagi dua. Orang dengan latar belakang penerbangan menyambut jetpack Martin sebagai sebuah terobosan. Mereka menyatakan penerbangan selama 45 detik itu sebagai bukti kuat bahwa gagasan itu bisa direalisasikan. Namun penonton yang berharap bisa melihat mesin itu terbang lebih tinggi dan bergerak bebas ke sana-sini jelas merasa kecewa.
Meski demikian, bagi Martin, jetpack adalah kulminasi dari mimpinya sejak masih berusia 5 tahun di Dunedin, Selandia Baru. Memiliki sebuah jet pack bak pahlawan komik atau film seperti Buck Rogers dan James Bond adalah impian hampir semua anak.
"Wow, alat itu bekerja lebih baik dibanding yang kami perkirakan," kata Glenn Martin seraya menambahkan, "Orang akan mengenangnya sebagai sebuah momen dalam sejarah."
Soal bentuknya yang terlalu besar, Martin akan membuat jetpack lebih ramping di masa depan. "Jika ada orang berkata bahwa dia tak akan membeli jetpack sampai besarnya seukuran ransel sekolah dan bermesin turbin, oke saja," ujarnya . "Tapi itu berarti dia tak akan menerbangkan jetpack seumur hidupnya," Glenn menambahkan.
Teorinya, alat buatan Martin itu dapat mengangkat seorang pilot dengan berat di bawah 60 kilogram selama sekitar 30 menit dengan tangki berisi bensin lima galon. Martin juga sengaja mendesain jetpack itu sesuai dengan definisi kendaraan ultralight yang ditetapkan Federal Aviation Administration, yaitu berat di bawah 115 kilogram dan hanya membawa satu awak. Dengan desain ultralight ini, berarti pengendaranya tak memerlukan lisensi pilot.
Namun sebuah perjalanan panjang menanti jetpack sebelum alat itu bisa melayang-layang bebas di angkasa. Regulasi federal di Amerika Serikat membolehkan penggunaan alat semacam itu hanya untuk olahraga dan rekreasi.
Martin memperkirakan pada awalnya jetpack hanya dipakai sebagai mainan kaum berduit. Nantinya, setelah penegak hukum mulai mengenal alat itu, jetpack akan digunakan oleh pihak militer, petugas penjaga perbatasan, bahkan tim SAR.
Mantan wiraniaga farmasi itu optimistis jetpack memiliki masa depan yang cerah. Bahkan ia bersedia berhenti dari pekerjaannya untuk mendirikan perusahaan jetpack. Dalam uji coba di pameran dirgantara itu, Martin telah menerima sejumlah pesanan.
Dengan jetpack baling-baling kembar ini, Martin memang telah melampaui upaya sejumlah pengusaha swasta lain yang telah berusaha membuat peralatan serupa selama 50 tahun tetapi belum berhasil. Pada masa Perang Dunia II, peneliti Jerman telah bereksperimen dengan teknologi jetpack. Para ilmuwan Bell Labs juga memproduksi alat serupa bertenaga hidrogen peroksida yang mampu terbang selama beberapa detik.
Selama enam tahun dan menghabiskan biaya jutaan dolar, sebuah perusahaan California mengembangkan Solo Trek Exo-Skeletor Flying Devices. Namun dalam uji coba penerbangan pada 2002, alat setinggi 2,4 meter itu hanya mampu melayang beberapa sentimeter dari tanah selama 19 detik.
Dengan keberhasilan ini, Martin bergabung dalam bisnis penjualan jetpack. Selain Martin, ada dua perusahaan lain yang menjual alat sejenis. Tecnologial Aerospacial Mexicana diu Cuernavaca, Mexico, memproduksi sabuk roket bertenaga hidrogen peroksida yang terbang selama 20 detik untuk periklanan dan promosi. Jet Pack International di Denver telah menghasilkan dua model hidrogen peroksida dan satu jetpack bermesin jet.
Posting Komentar