Snippet

Paranoid, Israel Porak Porandakan Festival Sastra Palestina!

http://www.suaramedia.com/images/stories/1middleeast/pal.gif 
Pemerintah Israel berusaha untuk menutup acara malam akhir Festival Literatur Palestina di Teater Nasional Palestina di Yerussalem Timur. Pihak penyelenggara Festival terpaksa memindahkan acara ke Kedutaan Inggris ketika Israel memerintahkan Departemen Dalam Negeri untuk menutup teater tersebut.

Israel mengirim pasukan pemerintah pada hari Sabtu malam, (06/07) untuk mencoba menghentikan pembukaan acara tahunan Festival Literatur Palestina di Yerussalem Timur.  Tentara Israel dengan bersenjata berat dan polisi tiba di teater untuk menutup malam pembukaan acara tersebut dan memaksa mereka pindah ke Pusat Kebudayaan Perancis.

Stephanie Saldana, seorang penulis Amerika yang tinggal di Yerussalem, pergi ke Palestinian National Theater untuk menghadiri pembukaan festival menyatakan, "Kami tiba di tempat itu dan melihat tempat itu sudah dipenuhi dengan tentara Israel, dengan truk besar dan senjata. Saya masih terguncang. Untuk memblokade sastra? Melarang untuk membaca? Bagaimana mungkin?"

Perintah tersebut datang dari para menteri Israel dari keamanan internal menurut koran The Guardian.  


"Tak lama sebelum acara tersebut dimulai, sebuah pasukan yang terdiri dari sekitar belasan polisi perbatasan Israel berjalan ke Teater Nasional Palestina, di Yerusalem Timur, dan memerintahkan penutupan," yang dilaporkan Guardian. "Polisi membawa surat dari Menteri keamanan internal Israel yang mengatakan bahwa acara tersebut tidak dapat dilaksanakan karena hal ini merupakan kegiatan politik yang berhubungan dengan Pemerintah Palestina."  


Tuduhan ini disangkal oleh pihak penyelenggara. Festival Literatur ini didukung oleh UNESCO dan British Council.  


"PA (Palestinian Authority atau Pemerintah Palestina) sama sekali tidak ada kaitannya dengan PalFest," kata panitia lokal Omar Hamilton setelah pengusiran paksa pada hari Sabtu.  


Setelah mereka diusir dari teater, pembicara dan beberapa anggota penonton berkumpul kembali di pusat budaya Perancis.  


Novelis Mesir Ahdaf Soueif memberi keterangan seperti ini di pers rilis di situs
palfest.org.

"Saya melihat teman-teman lama 10 di menit pertama, semua budayawan dan akademisi Yerussalem ada disana, banyak warga internasional, banyak pers, kami berdiri di bawah cahaya sore yang cerah, dikelilingi meja sarat dengan buku dan makanan dan bunga, mencicipi kofta dan borek dan tertawa dan berbincang-bincang dan berkenalan dengan orang-orang baru. . . . Kemudian ketika kita mulai bergerak ke arah aula dan saya mendengar seseorang berkata tenang, "Mereka telah datang."  


"Siapa?"  


"Saya melihat sekitar - dan ada mereka, orang-orang berseragam biru gelap, dengan senjata di tangan mereka. Sejenak saya tidak percaya. Sungguh, bahkan jika mereka datang untuk mencatat segala yang kita katakan dan melakukan pertunjukan kekuatan, haruskah mereka datang dengan senjata siap di tangan seperti ini? Tetapi kemudian terdapat lebih banyak lagi dari mereka, dan banyak lagi. "  


Soeuif menjelaskan mereka terpaksa pindah dengan berjalan kaki ke pusat budaya Perancis, dan berhasil menghidupkan kembali acara itu di sana. "Kami bisa saja meneruskan hingga sepanjang malam - tetapi kami berhenti di setengah delapan. Kami bubar; senang, bersalaman, menandatangani buku, menjanjikan untuk bertemu lagi. Hari ini, teman-teman, kita semua melihat contoh yang jelas dari misi kami, "katanya, mengulang perkataan Edward Said. "Untuk menghadapi budaya kekuatan dengan kekuatan budaya."
 
Festival yang diadakan sepanjang minggu ini, sebagian disponsori oleh British Council. Festival tersebut menghadirkan penulis-penulis terkenal internasional ke Yerussalem, Ramallah, Jenin, Hebron, dan Bethlehem.

Bersama dengan Soueif, penulis yang mengambil bagian dalam festival tahun ini ikut serta pula: Suad Amiry, Victoria Brittain, Callil Carmen, Abdulrazak Gurnah, Suheir Hammad, Nathalie Handal, Jeremy Harding, Rachel Holmes, Robin Yassin-Kassab, Brigid Keenan, Jamal Mahjoub, Henning Mankell (didampingi oleh istrinya, Eva Bergman), Deborah Moggach, Claire Messud, Michael Palin, Alexandra Pringle, Pru Rowlandson, Raja Shehadeh, dan MG Vassanji.  

Walaupun Israel tidak berhasil dalam menutup seluruh festival, penggunaan tentara untuk mencoba membatalkan acara kesusasteraan mengirimkan pesan mengerikan.  

"Itu adalah cara menyeramkan lain Israel, yang mereka sebut demokrasi, dalam mencoba mengontrol dan menghancurkan semangat orang-orang yang terus mereka jajah," kata penyair Palestina Amerika Naomi Shihab Nye. Dia menyebut pengrebekan di Teater Nasional Palestina sebagai bagian dari "kampanye pelecehan dan penghinaan yang mengerikan."  

Kampanye selanjutnya mungkin dengan menindak keras orang yang menandai Hari Kemerdekaan Israel sebagai "nakba," atau malapetaka. Hal tersebut tampaknya mungkin terjadi, melihat bagaimana RUU tentang hal tersebut sedang dipertimbangkan di pemerintahan.  

Pada 24 Mei, komisi kementerian perundang-undangan Israel "menyetujui sebuah proposal awal yang akan membuatnya (Naqba) ilegal". Mereka yang melanggar akan "dihukum hingga tiga tahun penjara."