Cinta Bagai Pedang Tak Berwajah
Satu keluarga pedagang hidup rukun bersama ke 3 anaknya. Sebutlah pedagang itu bernama pak Hasyim. Istrinya bernama Bu Hasna. Mereka berjualan barang kelontong dekat dengan sebuah Mesjid di kota Medan. Anak-anaknya dua sudah agak besar bernama Andika 17 tahun dan Andana 15, sedangkan si bungsu Andini baru berumur 1 tahun.
Andika, Anak Baik dan Kesayangan Bundanya
Andika dikenal anak yang saleh, baik di sekolah maupun diantara tetangga mereka. Andika suka membantu ibunya menjaga toko. Dia tidak seperti anak lain, suka belajar dan jarang keluyuran. Itu sebabnya nilainya selalu bagus dan sering menjadi juara kelas. Andika bercita-cita menjadi seorang dokter, karena itu ia menyiapkan diri sungguh-sungguh dengan rajin ikut bimbingan belajar. Mamanya sangat mencintai Andika, dan sangat bangga kepadanya.
Andika Ditabrak Tono Tetangganya
Pak Hasyim bertetangga dekat dengan Pak Hamid. Pak Hamid punya dua anak pria. Yang satu bernama Suno 15 tahun, dan adiknya masih berumur 3 tahun bernama Tono.
Sampai suatu ketika terjadilah kemalangan besar menimpa keluarga Pak Hasyim, anak tertua mereka Andika yang baru saja tamat SMU ditabrak motor. Penabrak Andika adalah Suno tetangganya yang baru saja belajar motor.
Tragisnya Andika langsung meninggal di tempat. Suno memang anak yang relatif bandel, suka ngebut-ngebutan. Suno ditangkap polisi karena kasus ini dan mendekam di penjara beberapa waktu. Meski akhirnya ditempuh jalan damai, sang Ibu menaruh dendam kepada Suno dan orangtuanya.
Sejak kejadian itu bu Hasna mamanya Andika (Alm) tidak mau bertegur sapa. Hal yang sama dengan sang Ayah. Pengalaman itu sangat pahit di hati mereka. Tak terlupakan.
Andini Mencintai Adik dari Pembunuh Kakaknya
Hingga enam belas tahun berlalu, terjadilah tragedi kedua menimpa keluarga Bu Hasyim. Putri bungsu mereka jatuh cinta dan pacaran dengan anak bungsu Pak Hamid bernama Tono. Tono adik Suno memang terpaut hanya dua tahun dari Andini putri bungsu Pak Hasyim.
Ketika tahu anaknya pacaran dengan adik Suno, tentu ayah dan ibu Andini marah besar. Sebab Tono adalah adik dari pembunuh Andika, kakaknya Andini. Bagi Andini kejadian meninggal kakaknya memnag tidak terlalu membekas, maklum usianya baru setahun. Beda dengan Suno, Tono adiknya sangat baik, sopan dan santun. Mereka satu sekolah, dan suka olahraga bersama, dan bertetangga lagi. Itu sebabnya perjumpaan yang sering itu membuat cinta mereka terpaut.
Cinta itu Bagai Pedang Tak Berwajah
Meski dimarahin sang Ayah dan ibunya, Andini tetap bersikeras mencintai pacarnya Tono. Mereka suka bertemu dan pacaran main belakang alias back-street. Andini sangat mencintai Tono, demikian sebaliknya.
Sementara sang Ibu yang sangat benci kepada orangtua Tono dan anak sulungnya Suno, ikut membenci Tono. Bagi ibu Andini, Tono adalah bagian keluarga pembunuh anak kesayangannya, dan tidak layak menjadi mantunya. Hatinya perih sekali anaknya jatuh cinta dengan orang yang dia benci.
Setiap malam, Andini mendapat nasehat bahkan ancaman dari kedua orangtuanya. Mereka sama sekali tidak merestui hubungan andini dan pacarnya Tono. Namun cinta rupanya seperti pedang tak berwajah. Andini sama sekali tidak bisa berempati dan merasakan derita jiwa sang Ibu. Dia tidak sadar, cintanya pada Tono bagaikan pedang tajam yang mengiris-iris hati ibu dan ayahnya. Dia tidak bisa melihat itu.
Mama Andini Sakit Keras dan Meninggal
Setelah berjalan dua tahun, Karena sering kedengaran mereka makin dekat, sang Ibu jatuh sakit. Sebelumnya mama Andini sering menwngis setiap malam. Menangisi kekerasan hati putri bungsunya. Ibunya ternyata mengidap jantung yang serius, hingga harus di operasi.
Sang ibu tidak saja bermasalah dengan jantung, Mama Andini juga mengidap depresi akut. Sampai suatu ketika Ibu Andini tidak bisa lagi mengenali dengan baik anggota keluarganya sendiri. Pandangannya kosong, semangat hidupnya menurun sekali. Badannya kurus kering, karena tidak mau makan.
Apakah Andini mengubah sikapnya, tidak. Sampai suatu hari mamanya meninggal dunia. Barulah saat itu Andini menyesal. Dia menyalahkan diri, merasa dialah penyebab kematian ibunya. Dia meratap, dan sering ke kuburan sang Ibu untuk meminta maaf. Dia merasa hidupnya kualat dan terkutuk. Dia selalu menangis sekuat kuatnya setiap ingat sang bunda yang sudah pergi untuk selamanya. Hatinya petih karena merasa tidak bisa didengarkan sang bunda.
Penyesalan Andini Tak Bisa Menghidupkan Kembali Ibunya
Andini akhirnya menyesal dan memutuskan hubungannya dengan Tono. Dia tidak tega menyakiti hati ayahnya lagi. Namun sayang penyesalan itu sudah terlambat. Penyesalan dan pertobatan Andini sudah tidak bisa menghidupkan kembali Sang Bunda.
Kini penyesalan itu tinggal diam selamanya di hati Andini. Dia baru sadar bahwa cintanya kepada Tono seperti pedang tajam yang terus menerus menusuk hati ibunya setiap hari. Andini tidak menyadari itu sampai ibunya meninggal. Meski Andini kini menyesal, tapi sayang, seperti pepatah berkata “…menyesal kemudian tiada guna.”
Penulis: Julianto Simanjuntak
Posting Komentar